Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Test link

Cerpen Sahabat Atau Sampah Terbaru 2017

Sahabat Atau Sampah?
Ilustrasi sahabat tiga serangkai
Karya: Salsabilah Ilmar Fandini
Siswi SMK PUI Haurgeulis
Cahaya mentari yang mulai menebarkan pesonanya dilengkapi dengan embun yang meneteskan airnya. Suara burung yang saling besahutan dengan merdunya. Tak lupa pula pagi yang cerah untuk Andin meperbesarkan bencinya terhadap dia, sangat jelas di matanya terbaca membencinya. Rasa yang amat berat untuk miliki kekuatan untuk menghapus namanya di muka bumi ini yaitu sampah. “Oh tidak......ini bukan noda lagi, melainkan sampah”. Celetuknya

Andin melanjutkan mengayuh sepedanya yang sederhana sembari menikmati indahnya pemandangan pegunungan. Tak begitu lama ia tiba di depan sekolah “Bau sampah”. Langkah kakinya melanjutkan melewati lorong yang di penuhi dengan tong sampah sampai di ruang kelasnya yang ramai dengan kebisingan teman sekelasnya. Lima detik berlalu Via muncul dengan raut penuh kegelisahan masuk ke kelas, begitupun dengan Andin dan Yana yang keheranan “Assalamualaikum” Salam Via. “Waallaikumsalam” Sahut teman-temannya.

Sangat pas munculnya Via, lonceng sekolah berbunyi sangat keras “Teng....teng....teng”. Seluruh siswa sangat khusyuk mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia. Sungguh waktu berjalan begitu cepat, saat yang dinanti-nanti tiba di depan waktu “Teng....teng...teng”. Suara lonceng istirahat terdengar. Tanpa rasa bersalah Yana memulai pembicaraan dengan nyinyir “Eh Via, tumben berangkat pagi? Biasanya bunyi lonceng pertama kamu masih nyengir di depan gerbang”. “Lucu banget sumpah!”. Jawab Via dengan nada ketus. “Temannya tobat itu di Alhamdlillahin, bukannya dibulii”. Sambung Andin.

Ada sedikit penyesalan yang dirasakan Via, dengan alasan yang sangat berbeda jauh dari orang yang upnormal “Di pikir-pikir ngapain sih ku berangkat pagi, coba saja telat pasti gak dibuli gini” sindir Via. “ehhh laper gak sih? Ke kantin yuk! Ajak Andin untuk mengalihkan perhatian kawannya. “Cus”. Sangat asyik mereka bercuap-cuap melangkahkan kaki ke kantin dengan raut wajah kelaparan yang merajalela. Seperti biasanya mereka memesan makanan yang jadi menu handalannya. “Mbak menu biasa!”. Yana memesan “Teh menu biasa!”. Dilanjut Via “Siap Komandan”. Jawab Bu Kantin

Wusshhhhh dengan sigap Bu Kantin mengantar pesanannya. Dengan lahap mereka menghabiskan makanannya, namun di sela-sela mau habis, Via memulai kebiasaannya. “Eh Via lu tau nggak itu apa?”. Tegur Andin dengan ketus. “Sampah”. Saut Via dengan polos. “Sudah tau sampah, buangnya yang bener dong!”. Andin semakin emosi melihat tingkah Via yang sangat ceroboh. Secepat kilat Via membuang sampahnya ke tong sampah terdekat. Suasana panas cair sangat cepat saat mendengar lonceng masuk berbunyi.

Kebetulan masih ada sisa waktu satu jam pelajaran Bahasa Indonesia yang terjeda karena istirahat. Seperti biasanya saat belum ada Guru siswa berhamburan seperti kapas yang terbang mengikuti arah angin tak tentu. “Nih, Yan buku  Bahasa Indonesianya” beritahunya ke Yana sambil mengambil buku yang di laci meja, tak sengaja kumpulan sampah yang dilacinya tersangkut di buku hingga tergeletak tak berdaya. “Masyaallah Via”. Sindiran halus Yana. Cuma bisa nyegir kambing Via, melihat sampah yang ada di lacinya terjatuh. “Gue gak habis pikir, nggak di jalan, di sekolahan, di selokan, dimana-mana ada sampah!”. Tegas Andin. “Sudahlah, sampah macam apapun pasti ada, hari gini manusia peduli sama lingkungan, sudah gak zaman! Bukalah matamu selebar dunia, dan terima kenyataannya, sebelum penciptanya meluluh lantakan Bumi ini, manusia gak bakal sadar arti pentingnya menjaga lingkungan”. Sahut Via. “Bener juga kamu, apalagi yang namanya sampah masyarakat uhuhuhuuh udah kayak lu gue and!”.

Munculah Pak Guru yang mempunyai aura damai, nyaman sehingga mereka terdiam seketika. Entah jimat apa yang digunakan Pak Guru, semua siswa terpukau melihat sesuatu yang spesial di seluruh bagiannya dari ujung rambut sampai kaki. Mereka paling bersemangat untuk belajar, sampai menatap Pak Guru dengan tatapan setajam silet heuurrr. “Pak, Apa kabar?”. Tanya Via “Alhamdulillah luar biasa”. Mendengar suaranya yang serak semua cewek sudah bahagia. Panjang lebar kali tinggi semua materi dibahas olehnya dengan sangat matang, hingga tak kuat mereka terpisahkan oleh waktu saat belajar bersamanya. “Teng...teng...teng”.

Mereka pulang berjalan kaki dengan sangat santai, sedangkan Andin menuntun sepedanya karena kempes. Sepanjang jalan mereka bercerita mengenai kejadian sekolah, namun Via melakukan kesalahan yang sama “ Woy Via nggak punya dosa banget, nendang-nendang sampah seenaknya!”. Tegur Andin dengan sangat keras. “Biasa aja kali, gak usah pake otot!”. Via merasa dirinya terpojok sepanjang waktu, hanya karena sampah. “Terus saja ku yang disalahin”. Sedikit kesal, mulai berkaca-kaca airnya mulai terjatuh. Yana mencoba untuk melerainya “Begini Vi maksudnya, jangan marah dulu”. Tak terima Ia berfikir Yana membela Andin “Apa! kamu mau nyalahin ku juga?”.

Ujung-ujungnya Via terlanjur terluka, padahal Andin ingin menjelaskan maksud baiknya. Dia meninggalkan mereka, rasa kesal terus menyelimuti otaknya yang sedang kacau. Sudah gelap jalannya, entah rayuan apa yang merasuk dibenaknya. Kini tiga serangkai pun menjadi dua serangkai.

Posting Komentar