Cerpen Terbaik Terbaru
Karya : Alfin Hidayatul Mukhtar, MA Nurul Hikmah Haurgeulis
Magelang 20 september 1995 aku terlahir di dunia ini oleh seorang ibu bernama Sri Hasanah. sangat berbeda dengan bayi lainnya yang diadzankan oleh seorang Ayah. aku terlahir tanpa sesosok ayah dan tak ada yang memberiku lantunan adzan . Sejak aku lahir di asuh oleh nenek, entah kenapa Ibu tak mau merawat dan membesarkanku. Aku juga tak pernah mendapatkan nikmatnya air susu ibu laykanya bayi pada umumnya.
Namaku Erna Susianti umurku enam tahun. Aku tinggal
bersama nenek dan bibi di rumah yang sangat sederhana. Nenek berprofesi sebagai
petani dan peternak. Kala itu aku bertanya padanya “ Nek, sebenarnya Ibu ada
dimana?”. “Ibumu kerja jadi TKW”. Ujarnya
Satu tahun telah lewati bersamanya, namun ia malah jatuh
sakit hingga di panggil sama sang pencipta. Kejadiannya membuatku sangat
terpukul seakan-akan hati tercabik-cabik. Hari terus berganti sampailah Aku di
Surabaya bersama bibi. Disana terlihat rumah yang cukup sederhana. Aku terkejut
ketika bibi berkata sedikit kasar dengan wanita yang lumayan muda di hadapanku “Nih,
Aku kembalikan anakmu, sudah tak sudi merawatnya, mulai detik ini kau saja yang
urus!” Perintahnya dengan tegas. “Erna, ini ibumu mulai sekarang kamu bisa
tinggal bersamanya” Terangnya.
Mentari telah menyabut “Hei bangun udah pagi, nih jatah
makan kamu hari ini, jangan lupa untuk beres-beres rumah, banyak sekali tuh
cucian numpuk!” Perintah ibuku. Akhirnya semua pekerjaan dapat aku selesaikan,
tapi di ruang tamu terlihat sosok wanita yang santai menonton TV. Terus aku
pandanginya, sampai Ibu menegurku “Dia kakakmu”. Ya ampun ibu kok berbeda
sekali dengan angan-anganku “Aku heran dengan Ibu, kenapa bisa gitu? Atau kecapean?”
Dugaanku.
Dua bulan lamanya tinggal dengan mereka, aku merasa
diperlakukan seenak hati, seperti anak tiri. Saat aku sakit tak ada yang mau
merawat, hanya saja nasi dan obat yang bisa ku peroleh darinya. “Cepet sembuh,
jangan sakit mulu nanti siapa yang bares rumah? Masa Ibu yang ngelakuin, awas
saja kalau masih sakit, ibu usir baru tau rasa!”.
Aku penasaran soal status saat ini yang selalu di omelin
ibu, raut wajahnya terlihat begitu membenciku. Momen ini aku memberanikan diri
untuk bertanya padanya “Ibu, kenapa bu ngomel terus? Kakak kok jadi anak
kesayangan sementara ku? Apa ada sesuatu yang membuat bu risih denganku?”. “Kamu
itu anak HARAM!!! Dulu ibu simpenan mandor di desa sebelah, gara-gara kamu ibu
dikucilkan sekampung sedangkan kakakmu itu di tinggal mati sama ayahnya saat
kecil”. Jelasnya
Amarah bu memuncak tak terbendung lagi, teganya Bu
mengusirku dari rumah dengan sadis. Kebetulan ada tetangga yang melihat
peristiwanya. Tetanggaku melaporkan ke dinas sosial supaya aku bisa hidup lebih
layak lagi. Begitu mudahnya ibuku menyerahkan ke panti asuhan “Bawa saja pak
anak ini, saya gak butuh” Perintahnya.
Surabaya, 1 Oktober 2013 usiaku menginjak 18 tahun. Aku telah
mendapatkan beasiswa kuliah. Hidupku jauh lebih mandiri. Seiring berputarnya
sang waktu biaya kuliah semakin membengkak, tiap bulannya 600rb yang ada di
kantong. Berputar otak untuk menyelesaikan masalahnya, ting tong jasa laundry. Ide
baru yang muncul di memoriku. “Permisi mba, kalau mau laundri ke saya saja ya!”
rayuku sambil promosi jasa laundry . “Lho..kok gak malu cari uang kayak gini?”
tanyanya “Ngapain malu, yang terpenting halal”
Ada profesi lain yang sedang di jalani juga, membantu
paman angkatku sebagai penggali kuburan. Sangat aneh bukan? Tapi itulah yang
bisa Aku lakukan untuk berjuang demi masa depan yang cerah. Di kampus aku
sering di ejek dengan geng cewek gak jelas, hobinya mempermalukakanku soal
profesi yang sedang aku jalani “ Ledies....!Kalian tau gak sih? Ternyata di
sini ada penggali kubur, cewek kok gitu ya? Maklumin saja dia kan anak panti”. Semua
orang langsung mentertawakanku “ OK! Aku memang wanita tapi bukan wanita lemah
kayak kalian bertiga, profesiku memang menggali kubur, tapi inget ya siapa tau
besok atau lusa kalianlah yang aku kubur”. Teriakku karena tak terima dengan
hinaannya.
Waktu telah tiba, aku telah lulus kuliah. Semua wisudawan
berkumpul bersama dengan sanak family, tapi apa dayaku? Rasanya ingin di peluk,
mecuci kedua kaki ibu. Iri hati saat itu melihat mereka di dampingi saat wisuda. Tak lama, Aku memutuskan untuk membuka usaha mini cafe namanya Naturgreen di Sidoarjo. Luar biasa usaha Ku laris manis semakin besar dan
bercabang seperti di Drierejo, Taman dan Surabaya.
Sepatah kata untuk kalian para pencari ilmu “Jangan pernah
berfikir memanen jika kalian belum pernah menanam” maksudnya jangan sekali-kali
berkhayal menjadi orang yang sukses jika kalian tak mau belajar! Seperti kisahku
seperti orang yang berusaha menghidupkan pohon yang hampir mati supaya bisa
berdaun, bercabang, dengan susah payah dan telah terbayar berbuah manis. Jika
kalian tak berilmu di ibaratkan seperti pohon yang tak berdaun yang tak memberi manfaat saat pohon hidup dan akan di abaikan pula jika pohon itu mati.
Malam yang gelap Aku teruss di datangkan mimpi bertemu Ibu.
Rasa yang terus menyelimuti di benakku, menuntutnku untuk mengujungi rumah Ibu. “Assalamualaikum...” Sapa ku berkali-kali tapi ada yang menyahut. Untungnya ada tetangga yang dulu
pernah membantuku. “Neng cari siapa ya?”. “Saya mau mencari ibu Sri kemana ya?”.
“Oh, kemarin bu Sri di bawa ke Rumah Sakit”. Ucapnya, penasaran Aku bertanya
lagi padanya “Lho..emang kenapa Bu?”. “Kemarin, anak pertamanya meminta paksa
surat tanah, mau di jual, karena tak di beri bu Sri langsung di dorong hingga
terjatuh”.
Mendengar kabar yang tak sedap, Aku langsung pergi ke rumah
sakit. Wanita yang aku sayangi sedang terkulai lemah, sedih melihatnya tak
berdaya dan tak ada yang mengurusnya. Dua minggu lamanya Ibu di rawat. Aku
melihatnya keluar dari pintu dengan kursi rodanya, sontak langsung ku peluk erat
“Ibu tolong jangan usir Aku lagi ya?” Ucapku sambil menangis. “Seharusnya ibu
yang meminta maaf, dari dulu ibu gak pernah memberi Asi, membesarkan, dan
merawatmu”. Dia merasa sangat bersalah dengan sikapnya dulu, yang sudah
menelantarkanku. “Buanglah Ibu ke panti jompo seperti ibu membuang kamu ke
panti asuhan”. “Tapi, balas dendam tak kan menyelesaikan masalah Bu, karena
penyesalan di akhir tiada artinya, Aku mau mendampingi Ibu hidup penuh berkah
dan di ridhoi Allah”.
Di Sidoarjo kami tinggal, seperti biasanya Aku
mendengarkan radio kesukaan. Kebetulan saat itu ada orang yang sedang request
lagu Ibu di film hafalan sholat Delisa. Aku persembahkan lagu ini untuk Ibu
tercinta “Lembutku kenang, kasihmu Ibu.....”. Aku nyanyikan lagu ini, sontak
membuat Bu menangis, memeluk dengan erat seakan tak mau kehilang untuk kedua kalinya.
Jadi, Bagaimana nih guys cerpennya? terharu atau malah greget dengam alur ceritanya. Jika ada kritik dan saran mengenai cerpen langsung saja ya tulis di kolom komentar. Terimakasih sudah mampir di sini, jangan lupa ikuti terus ya cerpen selanjutnya. Bisa juga request cerpen apa saja yang kalian mau, syarartnya berlanngan dengan masuk @mail, terus klik suka di fanspage kasastra. See you next time guys .